Search...>>

2.22.2015

Akankah perluasan areal perkebunan berdampak terhadap perluasan habitat bagi spesies kura-kura atau labi-labi??


I was holding a trapped soft shell turtle
Deforestasi telah menjadi penyebab utama hilangnya keanekaragan flora dan fauna saat ini. Secara umum, Konversi hutan alam menjadi lahan perkebunan dan pertanian sangat berdampak kepada berkurangnya keanekaragaman hayati. Berbagai study telah dilakukan untuk memperkuat alasan mengenai dampak negatif perubahan lansekap hutan menjadi kawasan perkebunan atau pertanian seperti perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, kelapa, dan kawasan monokultur lainnya terhadap kekayaan flora dan fauna. Akan tetapi, beberapa penelitian juga menginformasikan mengenai beberapa kegiatan industri perkayuan dan perkebunan juga dapat menyediakan habitat tambahan bagi satwa liar termasuk satwa yang terancam punah. Sebagai contoh, (Brockerhoff et al., 2008) menyatakan bahwa konversi hutan alam baik primer maupun sekunder menjadi hutan tanaman industri berpotensi membantu upaya konservasi dalam hal menyedikan habitat hutan yang kompleks bagi satwa liar, sebagai kawasan penyangga untuk meminimalisir efek tepi (edge effects), serta dapat menyediakan koridor bagi satwa liar, terutama bila dibandingkan dengan perubahan tutupan lahan lainnya. Pernyataan ini telah menjadi perdebatan dikalangan ilmuwan di dunia. Sehingga, berbagai bukti untuk mendukung atau mematahkan pernyataan tersebut sangat diharapkan.

Beberapa waktu lalu, saat kami melakukan penelitian mengenai konservasi kura-kura dan labi-labi di Taman Nasional Berbak dan sekitarnya (Lubis, 2014a), kami dihadapkan pertanyaan yang sama; apakah konversi hutan alam menjadi kawasan perkebunan berdampak positif terhadap habitat dan populasi reptil di kawasan tersebut. Kawasan Taman Nasional Berbak (Gambar 1) memang dikenal sebagai kawasan ekositem hutan rawa gambut terluas dikawasan Asia Tenggara yang memiliki keanekaragam hayati yang tinggi yang juga menjadi habitat penting bagi beberapa satwa liar yang terancam punah seperti Harimau Sumata (Sumatran Tiger) (Lubis, 2014b). Berdasarkan McCord and Pritchard (2002), kawasan ini juga dikenal menjadi habitat Labi-Labi Bintang (Chitra Chitra Javanensis) yang termasuk dalam list Endangered species serta kura-kura dan labi-labi jenis lainnya. Oleh karena itu, perubahan tutupan hutan rawa gambut di kawasan ini dapat mengakibatkan hilangnya habitat penting bagi satwa liar khususnya herpetofauna yang berakibat pada penurunan populasi yang pada akhirnya menyebabkan kepunahan massal.


Perangkap kura-kura kecil

Namun, berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, beberapa daerah di luar kawasan TN Berbak telah di konversi menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit dan juga perkebunan kelapa biasa. Untuk meningkatkan produksinya, perkebunan ini membangun parit-parit di sepanjang jalur perkebunan (Gambar 1b) yang melintang tegak lurus memotong Sungai Air Hitam Laut secara tegak lurus. Keberadaan parit-parit tersebut memungkin untuk perluasan habitat khususnya bagi kura-kura air tawar dan herpetofauna lainnya yang sangat bergantung terhadap ketersediaan air. Disamping itu, daerah ini sangat dipengaruhi oleh pasang-surut air laut yang membuat parit-parit tersebut tergenang untuk beberapa waktu lalu kemudian surut kembali. Hal ini menciptakan suatu sistem koridor yang penting bagi reptil dan amfibi untuk berpindah tempat.

Sebagai contoh, perangkap kura-kura yang dipasang di salah satu parit (Gambar 2) beberapa kali berhasil menangkap kura-kura jenis Kura-kura pipi putih (Siebenrockiella crassicollis). Selain itu, berdasarkan keterangan masyarakat sekitar, Kura-Kura Ambon (Cuora Amboinensis) juga sering terlihat di sepanjang parit-parit tersebut. Selain itu, binatang melata lainnya seperti ular, biawak bahkan buaya juga sering terlihat di sekitar parit-parit tersebut. Hal ini membuktikan bahwa beberapa jenis kura-kura air tawar ini dapat beradaptasi terhadap peralihan kawasan hutan rawa menjadi areal perkebunan. Walaupun berdasarkaan laporan masyarakat (Lubis, 2014a), populasi kura-kura dan labi-labi menurun secara drastis, akan tetapi hal ini lebih disebabkan karena pemanenan satwa yang berlebihan, bukan karena berkurangnya habitat alami satwa tersebut.

Untuk itu, penelitian lebih mendalam mengenai dampak konversi hutan rawa gambut menjadi kawasan perkebunan dan pertanian terhadap satwa liar terutama reptil dan amfibi sangat diharapkan. Informasi ini sangat penting dalam pengelolaan kawasan penyangga Taman Nasional Berbak di pantai timur Pulau Sumatera. Namun demikian, tidak ada jawaban yang sederhana yang mampu menjawab apakah perubahan kawasan dari hutan menjadi non-hutan sesuai dengan tujuan konservasi kenekaragaman hayati. Akan tetapi, bagaimana caranya agar kegiatan untuk tujuan ekonomi tersebut dapat meminimalisir dampak negatif terhadap perubahan nilai keanekaragaman hayati melalui praktik-praktik yang menjunjung tinggi nilai konservasi keanekaragaman hayati.

Sumber: Herpetologer Mania

BROCKERHOFF, E., JACTEL, H., PARROTTA, J., QUINE, C. & SAYER, J. 2008. Plantation forests and biodiversity: oxymoron or opportunity? Biodiversity and Conservation, 17, 925-951.
LUBIS, M. I. 2014a. Penurunan Populasi Kura-kura dan Labi-labi di Taman Nasional Berbak. Herpetologer Mania. Medan: Herpetologer Mania.
LUBIS, M. I. 2014b. Survey Awal Mengenai Relung Habitat Dua Jenis Buaya (Buaya Muara dan Senyulong) di Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi. Warta Herpetofauna. Bogor: Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil Indonesia.
MCCORD, W. P. & PRITCHARD, P. C. H. 2002. A Review Of The Softshell Turtles Of The Genus Chitra, With The Description Of New Taxa From Myanmar And Indonesia (Java). Hamadryad, 27, 11-56.

No comments:

Post a Comment