Perjalanan hari keenam. Tugas dan kewajiban sudah
dilaksanakan, patroli perbatasan TNKM di wilayah perbatasan NKRI terlasana
dengan baik. Walau kondisi tubuh semakin menurun karena kecapean dan kurang
nutrisi, sudah dua malam hanya makan nasi putih dengan lauk nasi putih juga,
berharap diperjalanan pulang ketemu sumber protein sebagai penambah nafsu
makan. Untungnya beban yang dibawa turun semakin ringan, karena sebagian
perbekalan diperjalanan sudah habis,
hanya bersisa beberapa liter beras.
Perjalanan pulang hari itu direncanakan langsung
sampai ke pondok dua tanpa harus menginap di pondok tiga. Hal ini untuk
menghemat waktu dan mungkin perjalanan akan lebih cepat karena medan yang dilewati sedikit
menurun. Jarak antara pondok terakhir dengan kedua lebih kurang 5 km jarak
datar di peta, jarak sebenarnya mungkin dua kali lipat dari jarak tersebut.
Jalan yang dilalui sebagian besar adalah sama dengan
jalur yang dilewati beberapa hari lalu. Situasi dan
kondisi juga mirip, beraneka ragam satwa dan flora ditemui di sepanjang
jalan pulang. Selama diperjalanan saya pun menyempatkan untuk memotret
obyek yang saya lihat dengan menggunakan kamera Nikon milik kantor dengan hasil lumayan, lumayan bagus dan juga lumayan buruk, hal ini disebabkan karena saya belum bisa mengoperasikannya dengan baik.
Para motoris dan orang lokal yang memandu perjalanan ini
sudah jauh berada di depan, kecepatan dan kelihaian mereka berjalan di dalam
hutan sangat luar biasa, mungkin karena sudah sering keluar masuk hutan.
Sementara anggota tim lainnya jauh tertinggal dibelakang termasuk saya.
Beberapakali teringgal dan tersesat ditengah jalan, pacet yang menempel ditubuh
sudah tidak lagi dihiraukan, kaki dan baju yang tersangkut duri rotan juga
diabaikan, yang penting cepat sampai ketujuan. Tim pun terpecah karena kecepatan
bergerak tiap orang berbeda-beda. Tercatat lebih dari dua kali tersesat selam
perjalanan, tim kecil yang tersesat biasanya dipandu dengan suara tembakan
sebanyak 1-3 kali, dengan demikian mereka akan mengikuti arah suara tembakan
dan kembali kejalur yang tepat.
Ditengah jalan saya dikejutkan dengan bangkai binatang
yang masih segar, teronggok dipinggir sungai yang hampir terbawa aliran sungai.
Darah merah masih mengalir dari bagian tubuhnya yang terkoyak . Tidak tahu apa
jenisnya, sekilas mirip beruang karena bulunya hitam, akan tetapi moncongnya
lebih panjang dengan kumis panjang seperti berang berang. Sangat disayangkan,
sepertinya habis dibunuh oleh pemandu lokal yang berjalan didepan. Sepertinya
bunyi suara tembakan yang sebelumnya terdengar bersumber dari sini, mereka
tidak hanya memburu babi tapi semua mamalia hidup yang bisa dimakan terkecuali
manusia. Satwa yang malang, saya tidak bisa berbuat apa-apa, semua telah
terjadi, dan bila itu terjadi dihadapan saya, saya juga tidak bisa melarang
mereka membunuhnya, karena memang kebutuhan hidup, mereka butuh lauk untuk
dimakan, namun buat saya, memakan nasi saja sudah cukup. Saya terus melanjutkan
perjalanan karena sudah tertinggal jauh, terlalu lama merenungi kematian satwa
tersebut.
Tinggal 1,5 kilometer lagi menuju
kamp dua, tenaga sudah minim, perut lapar keroncongan. Kami beristirahat untuk
makan siang di pinggir sungai dibawah pohon yang rindang. Sejenak membersihkan
diri dari kotoran maupun pacet yang menempel ditubuh, kamipun makan siang,
hanya nasi putih dan sedikit mie goreng, namun cukup untuk mengusir angin dalam
perut. Hampir pukul dua lebih, perjalananpun berlanjut, sambil tertatih,
membawa tas yang seharusnya ringan akan tetapi lama kelamaan terasa semakin
berat. Tim berjalan terus dan terus dan akhirnya sampai di kamp. Tanpa berpikir
panjang saya langsung membanting tas lalu merebahkan diri di tiang kayu yang
tersedia. Sungguh perjalanan yang melelahkan. Untuk beberapa saat saya mencoba
memejamkan mata, mencoba merasakan sumber rasa nyeri di beberapa bagian tubuh,
sambil menunggu teman yang lain yang
belum sampai.
Setelah nafas mulai kembali teratur dan rasa lelah
berkurang, saya berjalan melihat keadaan sekitar. Betapa mirisnya saya melihat seseorang
yang sedang memotong-motong daging,
sepertinya daging satwa yang ditemukan dalam perjalanan tadi siang dugaan saya benar, satwa tersebut akan dijadikan
lauk makan malam. Tidak hanya itu, mereka juga membunuh beruang madu, terlihat dari sisa kuku dan tengkorak yang mereka ambil untuk dibawa pulang. Tidak
sampai disitu, mereka juga telah menangkap dua ekor burung Cicak Rowo. Beruang
madu adalah jenis yang dilindungi, mereka diburu biasanya untuk diperdagangkan.
Empedu dan bagian tubuh satwa ini terkenal akan harganya yang mahal. Sementara
Cicak Rowo adalah burung yang mahal harganya karena suaranya yang indah. Status
burung ini dalam IUCN (International Union for Concervation of Nature) adalah
Vulnarable., artinya populasi yang terus menurun akibat perburuan liar. Seorang lagi sedang membersihkan kayu gaharu dari bagian yang
tidak diperlukan. Gaharu adalah jenis kayu yang mahal karena keharumannya yang
berasal dari pohon jenis Aquilaria yang terinfeksi jamur.
Tapi apalah arti status dilindungi ataupun vulnarable
bagi orang lokal yang keseharian hidupnya keluar masuk hutan demi untuk
menafkahi keluarganya. Saya yakin bahwa kearifan masyarakat lokal dalam
memanfaatkan hutan yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyanglah
yang membuat hutan tersebut lestari. Mereka hanya memanfaatkan hutan
seperlunya, tidak untuk mengeksploitasi dalam skala besar. Tantangan konservasi saat ini begitu berat, disamping
ingin mengawetkan keanekaragaman hayati di kawasan ini, kesejahteraan masyarakat
lokal juga perlu diperhatikan. Adalah suatu pilihan yang sulit antara
melastarikan keanekaragaman flora fauna atau melastarikan masyarakat Indonesia,
yang jelas keduanya perlu dilestarikan. Saya benar-benar banyak mendapat informasi dan pelajaran saat itu
dengan melihat realita yang terjadi sebenarnya dilapangan. Saya berharap dapat melakukan sesuatu dan menemukan
solusi yang tepat untuk permasalahan rumit ini.
Sorepun berganti malam, bintang-bintang bersinar redup,
suara nyamuk dan serangga malam lainnya bersorak sorai menyambut malam.
Sesekali terdengar ringkihan rusa dikejauhan. Malam semakin larut dan rasa
kantukpun merajalela. Berharap bisa tidur nyenyak malam itu agar besok segar
kembali, melanjutkan sisa-sisa perjalanan.
Esoknya, seperti hari sebelumnya. Mandi, sarapan dan
mengemas semua barang untuk melanjutkan perjalanan melalui jalur
sungai. Air sungai bertambah surut dari hari-hari sebelumnya karena
beberapa hari hujan tidak turun. Hal ini membuat perjalanan melambat, sesekali
penumpang harus turun ke sungai untuk mendorong perahu.
Pemandangan yang sama
dengan sebelumnya, beberapa kali terlihat kawanan babi di pinggiran sungai
sedang menggali tanah mencari makan. Pelanduk dan rusa yang terdiam melihat
perahu yang melintas serta burung elang yang melintas diudara mencari mangsa segar.
Akhirnya sampai juga ke pinggiran sungai, dimana tim akan
kembali dibagi dua untuk mengambil jalur yang berbeda yakni sungai dan darat.
Hal ini untuk mengurangi muatan perahu sewaktu melewati Giram yang tinggi.
Kedua tim pun berpisah dan akan bertemu di bekas pondok pertama tempat bermalam
beberapa hari yang lalu. Tim darat mulai berjalan mengikuti anak sungai lalu
menaiki punggung bukit. Tepat di punggung bukit, kami melihat pemandangan yang
jarang sekali ditemui. Ada sepasang beruang madu yang sedang mencari makan.
Biasanya mereka akan pergi bila mencium kehadiran manusia. Akan tetapi karena
posisi tim berada di lembah sedangkan beruang tersebut berada di punggung bukit,
mereka tidak menyadarinya. Sepertinya sedang sibuk mencari makan di pohon
yang membusuk di lantai hutan, menikmati setiap ekor rayap yang ada di pohon busuk tersebut.
Perlahan saya dan teman yang membawa senjata mendekati
beruang tersebut untuk tujan mengambil foto dari jarak dekat, senjata akan
digunakan bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Mengetahui
kehadiran manusia, kedua beruang tersebut pun berpisah, yang satu menaiki pohon
sementara beruang yang lebih besar berjalan menuruni bukit melalui jalur sungai
kecil dan menghilang pada rimbunan tumbuhan. Dengan semangat 45
saya mencoba mengambil foto beruang yang berada di pohon tersebut. Karena
beruang tersebut sangat lihai sehingga dalam hitungan detik sudah berada
diujung pohon yang tinggi. Saya hanya berhasil mengambil beberapa gambar dan
tidak begitu jelas.
Jenis beruang ini diperkirakan adalah beruang madu/Sun Bear (Helarctos malayanus), merupakan mamalia
omnivore dengan ekor pendek dan bercak putih membentuk huruf V didadanya.
Beruang ini memiliki indera penciuman yang sangat baik, akan tetapi memiliki
indra penglihatan dan pendengaran yang kurang baik. Beruang ini merupakan
beruang yang hanya satu species ditemukan di Pulau Borneo dan merupakan beruang
terkecil di dunia (JiCA, 1994).
Tingginya intensitas pertemuan dengan beruang madu maupun satwa liar lainnya mengandung arti bahwa kawasan hutan TNKM
khususnya di daerah Hulu Sungai Kihan, SPTN 3 TNKM masih sangat bagus. Populasi
dan habitat satwa liar masih terjaga. Semoga kawasan ini tetap lestari dan jauh
dari tangan-tangan kotor dari aktivitas manusia yang merusak.
Perjalanan pun dilanjutkan
dan sampai ke pondok pertama, tim pun menginap
didaerah tersebut karena hari sudah mulai sore. Keesokan harinya perjalanan
dilanjutkan menyusuri kembali Sungai Kihan sampai kembali ke Sungai Iwan.
Dengan mengarah ke hilir searah arus sungai Iwan melewati berbagai giram.
Sesampainya di Muara antara Iwan dan Sungai Kayan, tim berpisah, dua ketinting
lanjut melewati Sungai Kayan kearah utara menuju Data Dian sementara satu
ketinting lanjut berlawanan arah ke Selatan menuju Long Ampung dan sampai tepat
pukul 6 sore.
Perjalanan yang sangat melelahkan sekaligus menyenangkan. Dengan
membawa banyak informasi yang berarti demi menjaga kekayaan hutan Taman
Nasional Kayan Mentarang di Jantungnya Borneo. Terimakasih banyak
kepada seluruh anggota tim yang telah mensukseskan kegiatan ini.
<<SELESAI >>
GREAT JOB...!! fiuhhh mantab sekali kemampuan berwacana dirimu kaka.. petualangan di hutan kalimantan dipecah ke dalam 2 posting. ;)
ReplyDeletebtw, mau tanya itu fotonya kok bisa lebar2 gt yah tampilannya? di gw mah kecil fotonya.. gmn cara kaka? apa tergantung tema/settingannya yah? :)
5 part kali ta dan ini yg terakhir, mungkin 6 plus bonus cerita tersesat dihutan yg agak berbau mistis hahaha...
ReplyDeleteKlo upload kan ada ukurannya ta, gw pake yg extra large tp klo fotonya memang yg besar,
Thx for komenknya yak, mari kita budayakan komenknya :)
mantap bro...salut euy buat cerita lu pada part 5 tentang pemanfaatan TSL oleh masyarakat tradisional. Thanx bro buat ceritanya.
ReplyDeletegreatttt:-)
Iya Gun Thx heheheh, lagi belajar menulis nih heheheh
ReplyDelete