Search...>>

8.07.2015

The right traps for turtle conservation research method

Beberapa metode penangkapan kura-kura dan labi-labi secara "manusiawi"

Kebanyakan metode penangkapan kura-kura saat ini dilakukan secara konvensional menggunakan alat-alat yang dapat menyebabkan kematian atau cacat pada tubuh reptil tersebut. Biasanya masyarakat tradisional menggunakan pancing untuk menangkap bulus, atau secara tidak disengaja tertangkap sewaktu memancing ikan. Beberapa pemaburu labi-labi atau kura-kura menggunakan long line bait yakni serangkaian mata pancing yang banyak pada satu benang pancing yang panjang yang kemudian diletakkan disepanjang pinggir sungai ataupun danau, kemudian ditinggal untuk beberapa saat. Dengan demikian, peluang mendapatkan bulus semakin besar. Akan tetapi, selain metode ini sangat menyiksa reptil tersebut, tidak jarang satwa yang terpancing ditemukan mati atau tenggelam karena dibiarkan untuk waktu yang cukup lama. 

Keselamatan dan kesehatan satwa biasanya tidak menjadi hal yang penting bagi para pemburu hewan melata tersebut, karena kebanyakan hewan-hewan berdarah dingin ini ditangkap untuk kemudian dijual sebagai makanan, obat ataupun sebagai hewan piaraan. Namun hal ini menjadi sangat penting bila kegiatan penangkapan kura-kura ini dilakukan untuk kepentingan penelitian dengan tujuan konservasi. Metode-metode yang digunakan untuk menangkap satwa tersebut harus menjamin keselamatan dan kesehatan satwa tersebut dengan meminimalisir stress pada satwa yang ditangkap. Apalagi satwa yang ditangkap akan dikembalikan ke habitat alaminya untuk selanjutnya di monitoring. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan metode penangkapan yang konvensional, peluang mendapatkan kura-kura atau labi-labi tersebut jauh lebih kecil, setidaknya berdasarkan pengalaman pribadi penulis sendiri.

Gambar 1. Proses pembuatan perangkap secara manual di lokasi penelitian

Beberapa waktu lalu, saya ikut mendampingi peneliti yang berasal dari Amerika Serikat yakni Timothy Lescher, dalam survey penelitian Labi-Labi Bintang (Chitra-Chitra Javanensis) di Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi (Lubis, 2014). Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui distribusi dan populasi satwa yang termasuk dalam Endangered species dalam daftar IUCN. Oleh karena itu, metode penangkapan yang digunakanpun harus sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi. Hal ini menjadi sangat sulit karena jenis yang ingin ditangkap adalah jenis yang hidup di perairan yang cukup dalam, sehingga diperlukan metode khusus untuk menangkapnya.  Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menangkap jenis kura-kura ataupun labi-labi lainnya yang hidup diperairan tersebut, sehingga diperlukan beberapa jenis perangkap yang berbeda. 

Adapun perangkap yang digunakan untuk menangkap labi-labi besar ini adalah deep water trap sementara perangkap untuk labi-labi atau kura-kura berukuran kecil sedang dan kecil menggunakan hoop traps (Lescher et al., 2013) dan Jubis trap. Deep water trap dirakit sendiri oleh Timothy di USA, sementara hoop traps dan Jubis traps dirakit bersama di lapangan dengan menggunakan beberapa ring besi yang dirangkai dengan jaring/net berukuran sedang (Gambar 1). Jubis trap sendiri adalah perangkap baru hasil penggabungan model perangkap hoop trap dan perangkap ikan lokal yang disebut "bubu". Jubis berasal dari kata Juma dan Lubis, yakni 2 orang yang menciptakan perangkap baru ini. Total perangkap yang digunakan selama penelitian ini adalah 2 deep water trap, 3 hoop trap dan 3 Jubis trap dengan waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan (Juni-Juli 2014). 
Masing masing perangkap tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.  Berikut ini adalah beberapa pengalaman penting yang mungkin bisa dijadikan pembelajaran (lessons learned) yang diperoleh pada saat penelitian tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberian informasi mengenai metode penangkapan kura-kura ataupun labi-labi yang lebih manusiawi, berikut kelebihan dan kekurangan masing masing alat.

1. Deep water trap
Perangkap ini berukuran cukup besar dan merupakan perangkap yang paling berat untuk digunakan dilapangan. Perangkap ini berukuran 1,2 x2 x 0,5 meter dengan panjang jaring berkisar 4-7 meter (Gambar 2). Walaupun perangkap ini bisa dilipat, akan tetapi cukup sulit untuk memasang dan memindahkannya dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Butuh 2-3 orang untuk memasang dan menarik perangkapnya dari dalam air. Karena selain besar, perangkap ini juga menggunakan pelampung yang terbuat dari ban-dalam berukuran besar. Pelampung tersebut berada dalam jaring net yang bertujuan untuk memastikan bahwa satwa yang masuk perangkap masih bisa naik ke permukaan untuk bernafas, untuk mengurangi resiko kematian satwa tersebut. 
Gambar 2. Deep Water Trap
 
Kelebihan: 
Cukup kuat dan besar untuk menangkap kura-kura ataupun labi-labi berukuran besar (1-2 mtr), bisa dilipat, tidak menyakiti satwa yang masuk perangkap, fleksibel digunakan di daerah dengan arus yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Kekurangan: 
Sulit untuk dirakit, hanya bisa digunakan di sungai besar dengan kedalaman lebih dari 3 meter dengan arus yang tenang, karna arus yg deras akan menghanyutkan perangkap tersebut, selama digunakan dalam penelitian tersebut tidak satupun mahluk hidup yang masuk dalam perangkap kecuali ikan atau udang, membutuhkan waktu dan tenaga lebih untuk memindahkan dari lokasi satu ke lokasi berikutnya.

2. Hoop Trap
Perangkap hoop trap ini berukuran kurang lebig 1x2 meter dan lebih kecil dan ringan dibanding deep water trap. Selain itu jenis perangkap ini hanya menggunakan 3 ring besi berukuran diameter 1 m. Kemudian ring besi ini dirangkaikan dengan menggunakan jaring (mesh) yang jika diregangkan akan membentuk seperti misil atau turpedo (Gambar 3). Cara pengunaannya biasanya dengan memberikan pengait atau pemberat pada ujung perangkap lalu ditenggelamkan dalam air, sementara ujung yang lainnya di ikat ke pohon di pinggir sungai sedemikan rupa sehingga sebagian ujung tersebut berada diatas permukaan air, agar satwa yang masuk perangkap masih bisa naik ke permukaan air untuk bernafas.


Gambar 3. Hoop Traps
Kelebihan: 
Mudah dibuat dan dipasang serta ringan untuk dibawa, biasanya digunakan pada perairan yang dangkal dan pada sungai yang tidak terlalu lebar.

Kekurangan: 
Sebaiknya digunakan pada sungai yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air untuk menghindari tenggelamnya keseluruhan perangkap di dalam air, posisi umpan yang kurang tepat dan biasanya berada di tengah perangkap dan terkadang mengambang ke permukaan air sehingga mudah terlihat oleh hewan lain seperti biawak yang kemudian akan memakan umpan dan merusak perangkap. 

3. Jubis trap.
Jenis perangkap ini belum pernah dideskripsikan sebelumnya, karena merupakan perangkap yang dimodifikasi dari perangkap lokal yang disebut "Bubu" yang biasanya digunakan oleh masyarakat lokal untuk menangkap ikan. Perbedaanya hanya pada penempatan mulut perangkap dan posisi upan. Selain itu jenis ini hanya menggunakan 2 ring besi berdiameter 1 meter dengan panjang 1,5 meter. Posisi perangkap berdiri (vertikal) dan menggunakan pelampung baik dari ban karet sepeda motor atau menggunakan beberapa botol aqua kosong. Kegunaannya pelampung ini adalah apabila air pasang, perangkap ini juga akan mengapung sehingga satwa yang terperangkap masih bisa bernafas.


Gambar 4. Juma dan Lubis (Jubis) Trap
Kelebihan: 
Dapat digunakan diseluruh jenis sungai baik sungai yang dalam maupun yang dangkal, bisa juga digunakan pada sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, bisa dilipat dan mudah untuk dibawa.

Kekurangan: 
Tidak bisa digunakan pada sungai yang berarus deras, membutuhkan beberapa tiang kayu untuk membuatnya bisa berdiri seperti Gambar 4 diatas. 

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk menangkap kura-kura antara lain adalah penggunaan umpan yang tepat. Selama penelitian di TN Berbak tersebut, umpan yang digunakan adalah ikan dan atau ayam yang segar yang dipotong menjadi beberapa bagian. Sepanjang penelitian, yakni kurang lebih 300 trapnights (1 trap dalam 1 malam), hanya 1 trap saja yang berhasil menangkap labi-labi atau kura-kura, yakni Jubis trap. Umpan yang digunakan juga sedikit berbeda, yakni menggunakan udang. Berdasarkan beberapa sumber, penggunaan udang sebagai umpan untuk menangkap-labi-labi atau kura-kura cukup efektif dan bisa digunakan beberapa kali. Sementara penggunaan ikan ataupun ayam segar sangat tidak efektif dan efisien. 

Namun karena udang sangat sulit ditemukan di lokasi penelitian, selain itu karena penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang lama, diperlukan sistem penyimpanan umpan yang baik seperti pendingin atau cool box. Namun, mengingat lokasi penelitian ditengah hutan, mustahil untuk melakukannya. 


LESCHER, T. C., TANG-MARTÍNEZ, Z. & BRIGGLER, J. T. 2013. Habitat Use by the Alligator Snapping Turtle (Macrochelys temminckii) and Eastern Snapping Turtle (Chelydra serpentina) in Southeastern Missouri. The American Midland Naturalist, 169, 86-96.

LUBIS, M. I. 2014. Survey Awal Mengenai Relung Habitat Dua Jenis Buaya (Buaya Muara dan Senyulong) di Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi. Warta Herpetofauna. Bogor: Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil Indonesia.


1 comment:

  1. Lucky Club - Lucky Club Casino site
    Lucky Club. Lucky Club, open 24/7 and 100% Licensed. All registered players can now play in a luckyclub new, fun and friendly gaming environment and

    ReplyDelete